BANYUWANGI – Sidang kasus dugaan penghinaan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan Kiai di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Jawa Timur, kembali memanas, Selasa (6/2/2018). Puluhan Banser Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Pagar Nusa, nyaris menyerang terdakwa, M Yunus Wahyudi.
Ketegangan bermula saat Ketua Majelis Hakim, Saptono SH, mempersilahkan terdakwa untuk bertanya kepada saksi, Ketua PCNU Banyuwangi, KH Masykur Ali. Disini, Yunus tiba-tiba membentak Kiai pengasuh Pondok Pesantren Ibnu Sina, Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng tersebut. Tak pelak, Banser dan Pagar Nusa yang ada diruang sidang langsung muntab, melihat panutan mereka diperlakukan tidak hormat.
Dan ruang sidang pun langsung memanas. Tak ingin kecolongan, petugas Kepolisian Resort Banyuwangi, yang berjaga didalam ruang sidang segera meredam emosi Banser dan Pagar Nusa. Namun bukannya ikut redam, si terdakwa, Yunus, justru menantang duel para Banser.
“Hey..! kamu jangan ikut-ikut,” teriak Yunus sambil menunjuk dengan tangan kiri.
Dalam sidang kelima kasus dugaan penghinaan PCNU dan Kiai ini, saksi KH Masykur Ali, dimintai keterangan terkait aliran dana dari tambang emas PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Dan seluruh pertanyaan dijawab dengan tenang meskipun terdakwa kerap mengeluarkan suara keras dan kurang sopan.
Seperti saat ditanya pengacara terdakwa tentang adanya bantuan hewan kurban dari PT BSI, kepada PCNU Banyuwangi.
“Benar, itu diberikan dan kami salurkan ke Pondok Pesantren,” ucap Kiai Masykur Ali.
Sementara itu, ribuan massa keluarga besar Nahdliyin, Banser dan Pagar Nusa, yang berada diluar persidangan, terus berorasi. Dengan menamakan diri sebagai Komando Masyarakat Pendukung Kiai (Kompak), mereka terus memberi semangat dan dukungan terhadap Ketua PCNU Banyuwangi.
Berbeda dengan aksi kebanyakan, disini orasi banyak diselingi lantunan Sholawat, dzikir dan Mars NU, lagu Jalal Waton.
Koordinator Kompak, KH Abdillah As’ad mendesak Majelis Hakim PN Banyuwangi, untuk menghukum berat terdakwa M Yunus Wahyudi. Karena perbuatan yang dilakukan, dinilai sebagai sebuah ujaran kebencian (hate speach), dan merupakan tindakan kriminalitas. Terlebih hal itu dilakukan terhadap PCNU dan Kiai, yang merupakan panutan umat.
“Ini tidak saja mencederai hukum yang berlaku, tapi juga melukai hati umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama Banyuwangi,” katanya.
Apalagi, lanjutnya, upaya rekonsiliasi yang disodorkan oleh para Kiai demi kemaslahatan umat, tak juga diindahkan. Bahkan, setelah menandatangani kesepakatan damai, Yunus justru kembali mengulangi aksinya. Ia kembali memviralkan video yang berisi penghinaan dan fitnah.
“Dalam sidang sebelumnya, dia tanpa segan melakukan aksi kekerasan dengan melemparkan botol minuman kepada pengurus NU yang menjadi saksi,” pungkas As’ad. (Tm).
Komentar