oleh

LSM Arupa Dampingi Kesuksesan Budidaya Kepiting Bakau di Banyuwangi

BANYUWANGI, Jurnalnews – Kelompok tani hutan dalam Lembaga Pengelola Desa Hutan (LPDH) atau Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Desa Kedungasri, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki keberagaman kegiatan yang tidak hanya sebatas bertani. Mereka berbagai upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam sekitar.

Selain menggarap lahan pertanian, sebagian anggota kelompok tani hutan juga aktif dalam mencari ikan di laut. Hal ini menunjukkan adaptabilitas dan keterampilan mereka dalam beragriculture.

Melalui keterampilan mencari ikan, mereka memperluas sumber penghasilan serta memitigasi risiko finansial yang mungkin terjadi akibat variasi hasil pertanian.

Tak hanya mencari ikan, beberapa anggota kelompok juga mencoba menakarkan kepiting bakau yang ia beri nama Tuan Krab. Hal ini adalah upaya untuk mendiversifikasi pendapatan mereka dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis usaha saja.

Lokasi penakaran kepiting bakau di telok pangpang wilayah Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. (Foto: Rony. Jurnalnews).
Lokasi penakaran kepiting bakau di telok pangpang wilayah Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. (Foto: Rony. Jurnalnews).

Kepiting merupakan sumber daya alam yang melimpah di sekitar wilayah hutan bakau, dan mereka mencoba menakarkannya. Nah, itu adalah langkah cerdas dalam mengelola sumber daya alam.

Keragaman kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani hutan ini merupakan contoh nyata bagaimana masyarakat lokal dapat berkolaborasi dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Dengan bekerja sama dalam berbagai sektor, mereka tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi sendiri, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian alam dan lingkungan sekitar.

Melalui kebijakan dan pendekatan yang berkelanjutan, kelompok Tuan Krab menjadikan Desa Kedungasri sebagai contoh inspiratif tentang bagaimana manusia dan alam dapat hidup berdampingan dengan harmonis.

LSM ARUPA (Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam), sebagai pendamping kelompok tani hutan, terus berupaya memberikan kontribusi yang signifikan kepada masyarakat setempat.

Salah satu inisiatif terbaru adalah dukungan yang diberikan kepada kelompok pencari kepiting selama dua tahun terakhir, di mana mereka telah berhasil mengimplementasikan program peningkatan penakaran kepiting bakau, dengan system pembesaran.

Ketua Kelompok Tuan Krab, Sugeng Mulyono, memberikan penjelasan tentang budidaya kepiting bakau. (Rony. Jurnalnews).
Ketua Kelompok Tuan Krab, Sugeng Mulyono, memberikan penjelasan tentang budidaya kepiting bakau. (Rony. Jurnalnews).

Seperti yang dijelaskan oleh Ketua Kelompok Tuan Krab, Sugeng Mulyono, bahwa kelompok tani hutan kini tidah hanya bertani, warga dibagian pesisir telah mengembangkan proses penakaran kepiting. Tentu tidak sendiri dalam mencoba menakarkan kepiting, ada LSM Arupa yang selalu setia mendampingi.

“dalam dua tahun ini kami terus mencoba menakarkan kepiting bakau dengan sisitem pembesaran. Dalam upaya tersebut kami selalu didampingi oleh pemerintah desa dan LSM Arupa,” Jelasnya.

Cara mereka untuk budidaya kepiting bakau sangat sederhana mereka hanya perlu kepiting kecil dan tempat yaitu sarana untuk pembesaran.

Pertama menyiapkan bibit kepiting yang diperoleh dari laut, lalu alat penakran seperti jerigen. System untuk rumah kepiting yang akan dibesarkan adalah jerigen, lalu wadah itu diberi lubang, dirakit dan diikat satu sama lain berkaitan, lantas dipasang di ikat di akar pohon bakau.

Ketua Kelompok Tuan Krab, memasang jirigen alat untuk membesarkan kepiting bakau. (Rony. Jurnalnews).
Ketua Kelompok Tuan Krab, memasang jirigen alat untuk membesarkan kepiting bakau. (Rony. Jurnalnews).

Kelompok Tuan Krab memanfaatkan jerigen bekas sebagai wadah penampung kepiting bakau yang akan dirawat dan dibesarkan. Jerigen yang suddah didesain khusus untuk penakaran itu diletakkan berjejer di tepian pantai dekat tanaman bakau. Metode tersebut yang disebut dengan system battery cell.

“kita memekai jerigen bekas ukuran 20 liter yang sebelumnya sudah dilubangi. Kemudian kita letakkan di bawah pohon bakau dengan itensitas terkena matahari 25 persen,”  jelasnya.

Budidaya kepiting bakau tidak terlalu sulit cukup menjaga dari predator dan cuaca, sedangkan pakan memanfaatkan ikan laut tangkapan mereka sediri.

“Untuk pakan kepiting memanfaatkan ikan laut tangkapan sendiri. Kita cacah, kemudian diberikan setiap dua hari sekali,” imbuhnya.

Budidaya pembesaran kepiting bakau dengan metode battery cell tersebut selain memberikan dampak ekonomi bagi warga juga bertujuan untuk menjaga ekosistem hutan mangrove Teluk Pangpang di kawasan Taman Nasional Alas Purwo.

Salah satu anggota kelompok Tuan Krab sedang membuat pakan kepiting yang ditakarkan. (Rony. Jurnalnews).
Salah satu anggota kelompok Tuan Krab sedang membuat pakan kepiting yang ditakarkan. (Rony. Jurnalnews).

Meski demikian, budidaya kepiting bakau harus inten sebab akan dihadapkan pada berbagai kendala. Kepiting rentan terhadap perubahan cuaca dan serangan predator, terutama belut laut yang mengancam kepiting yang masih berukuran kecil.

Sugeng, memberikan gambaran mengenai manfaat perhutanan sosial dalam konteks budidaya kepiting dari segi ekonomi dan ekologi.

“Dari sisi ekonomi, budidaya kepiting ini menjadi tambahan penghasilan bagi kami, selain sebagai nelayan tangkap. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan kepiting di teluk pangpang tidak konsisten sepanjang tahun, ada masa-masa di mana jumlah kepiting berkurang dan ada masa di mana jumlahnya melimpah. Budidaya kepiting menjadi alternatif pendapatan yang stabil. Sedangkan Ekologi, hutan mangrove ini menjadi sumber penghasilan dan juga dianggap sebagai rumah bagi kepiting bakau,” kata Sugeng Mulyono Ketua Kelompok Tuan Krab.

Sugeng, berharap agar budidaya kepitung bakau dapat terus berkembang tentu dengan dukungan dari berbagai pihak, seperti pemerintah desa dan LSM Arupa yang saat ini memberikan bimbingan serta membantu kebutuhan dalam berbudidaya.

Kerjasama ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor budidaya kepitung bakau, menciptakan peluang yang lebih baik, dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat setempat.

“kami memang berharp pembinaan dan modal agar kita terus berkelajuntan,” terangnya.

Kepiting bakau yang dibesarkan oleh kelompok Tuan Krab ketika musim panen tidak pernah menghadapi gendala untuk pemasaran, oleh meraka sementara dijual ke pasar lokal dan system online, untuk pemasaran secara online mereka dibantu olek LSM Arupa.

Sunaryo, Kepala Desa Kedungasri, memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif warganya yang tinggal di sekitar pantai dan tepian hutan bakau. (Foto: Rony. Jurnalnews).
Sunaryo, Kepala Desa Kedungasri, memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif warganya yang tinggal di sekitar pantai dan tepian hutan bakau. (Foto: Rony. Jurnalnews).

Sementara itu, pada waktu yang berbeda, Sunaryo, Kepala Desa Kedungasri, memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif warganya yang tinggal di sekitar pantai dan tepian hutan bakau. Dalam aktivitas sehari-hari mereka yang sebagian besar berpenghasilan dari menangkap ikan, mereka juga berusaha meningkatkan pendapatan dengan membudidayakan kepiting bakau.

Sejak lama, mereka berupaya keras dalam budidaya kepiting bakau dengan metode pembesaran. Mereka menyadari bahwa membesarkan kepiting bakau bukanlah pekerjaan yang mudah. Diawali dengan proses mencari bibit di sekitar laut bakau dan membesarkan kepiting memakan waktu yang lama, dan dalam setahun pertama, hasilnya selalu gagal.

Meski begitu, semangat mereka tidak pernah padam, dan sekarang, mereka berhasil mengatasi berbagai tantangan dalam pembesaran kepiting.

“Kini, mereka dapat dianggap mampu dan berhasil mengatasi segala masalah dalam pembesaran kepiting,” cerita Kades Sunaryo.

Peran Desa sangat diharapkan oleh kelompok budidaya kepiting yang dikenal dengan nama Tuan Crap. Mereka tidak hanya mengharapkan dukungan materi, tetapi juga modal untuk mengembangkan usaha mereka dalam bidang pembesaran kepiting bakau.

Sunaryo, menjelaskan bahwa kelompok budidaya kepiting bakau pernah mendapatkan alokasi anggaran melalui Dana Desa. Lokasi penangkaran tidak terbatas pada satu titik, melainkan mencakup beberapa lokasi di sepanjang pinggir pantai bakau yang terletak di wilayah Desa Kedungasri.

“kita pernah alokasikan anggaran untuk kelompok Tuan Crap budidaya kepiting bakau,” ungkapnya.

Lokasinya, kata Kades Sunaryo, “tidak terbatas pada satu titik saja. Kelompok budidaya kepiting menyebar sepanjang pesisir hutan bakau yang terletak dalam wilayah Desa Kedungasri, tapi sekarang tinggal satu titik saja,” tambahnya.

Sunaryo menekankan tak hanya kelompok budidaya kepiting bakau saja yang didampingi, tetapi juga para petani yang tergabung dalam Lembaga Pengelola Desa Hutan (LPDH) Desa Kedungasri, diperlakukan sama yaitu membina dan memberi modal untuk mengembangkan usaha.

Kelompok tani hutan dalam Lembaga Pengelola Desa Hutan (LPDH) atau Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Desa Kedungasri, kini semakin bersemangat untuk menekuni budidaya kepiting bakau, begitu juga para petani yang mengembangkan pembuatan pupuk organik.

Ketua Kelompok Tuan Krab, Sugeng Mulyono, menunjukan hasil panen kepiting bakau. (Foto: Rony. Jurnalnews).
Ketua Kelompok Tuan Krab, Sugeng Mulyono, menunjukan hasil panen kepiting bakau. (Foto: Rony. Jurnalnews).

LSM Arupa berkomitmen untuk terus mendukung dan memperluas inisiatif kelompok tani hutan diwilayah kecamatan Tegaldelimo, serta melanjutkan upaya dalam mendukung komunitas-komunitas lokal untuk mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan yang lebih baik.

Arupa (Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam) merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 16 Mei 1998 di Yogyakarta oleh beberapa mahasiswa dan alumni muda Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada sebagai sebuah komite aksi yang bermaksud mewadahi mahasiswa dan pemerhati lingkungan dalam mendorong terjadinya reformasi. (Rony//JN).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *