oleh

Upacara Adat Ruwatan Membuang Sangkal Masyarakat Osing

Budaya masyarakat Osing untuk ngeruwat anaknya yang masih perawan tetapi masih belum ketemu jodoh (belum menikah) dan akan didahului adiknya, diadakanlah Ruwatan membuang sangkal/balak sengkala dalam Tradisi Budaya masyarakat Osing, upacara ini digelar oleh orang tuanya.

KOPAT (Komunitas Osing Pelestari Adat Tradisi) yang bermarkas di dusun Dukuh Talun Jeruk desa/Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi menggelar acara ini di rumah warga yang punya anak perawan yang belum nikah dan akan didahului oleh adiknya di Kecamatan Licin Minggu (27/02/2022) secara tertutup dengan alasan kemanusiaan.

Ruwatan membuang sangkal adalah sebuah tradisi upacara adat masyarakat Osing yang sejak dulu hingga sekarang masih dilestarikan, dan kata Ngeruwat Perawan sangkal menurut sesepuh KOPAT Sanusi Marhaedi “Memiliki arti membuang sial dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT dan berharap hajatnya terkabulkan sehingga anaknya bisa cepat menikah seperti adiknya yang telah menikah terlebih dahulu, ” cetusnya.

20220227_134822

Ruwatan perawan sangkal bagi masyarakat Osing adalah suatu bentuk usaha yang bertujuan agar kelak setelah menjalani ruwatan mendapatkan keberkahan berupa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi anak perawannya secara khusus maupun bagi keluarga dalam lingkup yang lebih besar lagi.

Sanusi menambahkan “Segala hal yang berkaitan dengan adat tradisi ngeruwat membuang sangkal, sudah semestinya kita jaga dan dilestarikan. Oleh karena itu, demi kepentingan masyarakat khususnya masyarakat Osing yang akan mengadakan kegiatan Upacara Adat dan Tradisi, KOPAT siap untuk memfasilitasinya, ” katanya.

Isnaini yang hadir dalam upacara adat ini menambahkan bahwa  “Kegiatan ini diselenggarakan untuk memfasilitasi kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan upaya menciptakan pelestarian adat tradisi yang hampir ditinggalkan para generasi muda, padahal kegiatan ruwatan ini merupakan salah satu upaya pelestarian terhadap tradisi budaya masyarakat Osing yang telah dilaksnakan oleh para nenek moyang pada zaman dahulu kala, ” katanya.

Hal yang berkaitan dengan kegiatan Ritual Ngeruwat membuang sangkal. Kang Sayuri yang mendampingi Sanusi dalam memimpin upacara adat ini mengatakan  “Upacara ini harus ada Obe rampenya yaitu pisang sangkal tadah hujan yang buahnya hanya satu, pisang nya harus pisang emas atau pisang raja. Kemudian harus ada kembang tiga warna (kembang melati, kembang pecari/kantil serta kembang mawar putih), Seperangkat pakaian baru yang dibeli adik nya dan kemudian oleh adiknya lalu diberikan kepada kakaknya karena didahului menikah, pakaian sehari hari yang disenangi kakaknya (diambil oleh adiknya tanpa memberitahu), buah pisang tadi harus dimakan adiknya sebagian dan sebagian lagi harus dimakan kakaknya serta kulit pisangnya dikumpulkan jadi satu dengan pakaian bekas kakaknya dan kembang tiga rupa lalu dibungkus dengan daun pisang muda, setelah itu dibuang ke sungai yang mengalir oleh orang tuanya, ” jelasnya.

Upacara ritual Ngeruwat membuang sangkal diakhiri dengan pembacaan do’a oleh Sanusi Marhaedi selaku pemimpin upacara dan kemudian dilanjutkan dengan mempersilahkan tujuh tamu undangan untuk menikmati makanan tujuh bungkus nasi golong dan lima piring jenang abang atau bubur merah putih.
(Hariyanto).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *