Genteng-Tahapan Pilkades serentak di 51 desa pesertanya masih jalan ditempat. Itu disebabkan beragam persoalaan. Yang paling mendesak, belum tersedianya anggaran dari APBDes untuk pelaksanaan Pilkades. APBDes banyak dihabiskan untuk pembangunan fisik. Dimana muncul kesan hal itu sebagai kampanye terselubung calon kepala desa dari petahana.
Ketua Asosiasi BPB Banyuwangi Rudi Hartono Latif mengatakan, tahapan Pilkades serentak yang seharusnya berlangsung lancar justru saat ini masih jalan di tempat. Dari 51 desa yang akan menggelar Pilkades serentak pada 8 November nanti, banyak yang terganjal persoalan anggaran yang belum siap. APBDes sendiri banyak yang habis untuk belanja pembangunan fisik.
“Hal itu disebabkan mulai dari perencanaan APBDes yang tidak partisipatif. Kapasitas sumber daya manusia sebagai penyelenggara pemerintahan desa yang tidak mumpuni, hingga pembinaan dari Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten yang masih lemah,” jelasnya, pada JurnalNews.com, Kamis (24/8/2017).
Rudi menjabarkan, seharusnya perencanaan pembangunan dimulai dengan Musyawarah Desa (Musdes) Perencanaan. Yang melibatkan BPD, Pemerintah Desa, segenap unsur masyarakat dan lembaga kemasyarakatan. Selanjutnya melalui tim 11 yang dibentuk Kepala Desa, disusunlah RKPDes dengan mendasarkan hasil Musdes sebagai permusyawarahan tertinggi di desa.
RKPDes itu sendiri nantinya dibahas bersama BPD untuk ditetapkan didalam Peraturan Desa (Perdes) RKPDes. Dari RKPDes itulah nantinya disusun RAPBDes yang pada akhirnya menjadi Perdes APBDes sebagai dokumen resmi desa.
“Masalahnya, proses itu semua tidak dilaksanakan secara ideal. Bahkan masih sangat banyak BPD dan Kepala Desa yang tidak paham karena tidak mengikuti perkembangan regulasi. Celakanya, ada pula yang sudah ngerti tapi sengaja malas melakukannya. Nah disitu penyakitnya,” ungkapnya.
Oknum Kepala Desa tambahnya, menyusun dan melaksanakan semaunya sendiri atau sesuai kepentingannya. Karena mau mencalonkan diri kembali pada Pilkades serentak nanti. Meski diakui hal itu tidak terjadi disemua desa. Disisi lain pihak kecamatan dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, kurang maksimal dalam membina. Yang ada hanya mengoreksi administrasi dimana asal lengkap bukti berita acara dan sebagainya.
“Tidak dilihat prosesnya benar atau tidak. Padahal proses diatas perlu ditempuh sebagai amanat dari Undang-undang Desa yang memberi kedaulatan desa dengan mengedepankan pelibatan aktif masyarakat. Dengan prose situ transparansi dan akuntabilitas terjamin,” kritiknya. (Irl/JN)
Komentar