Ritual adat budaya Jawa dan Osing dilaksanakan di rumah keluarga pelukis Internasional S. Yadi K., yaitu mitoni/tingkeban dari pasangan Rizka Hardianti dan Firman Aji, Sabtu (13/03/2021) yang dihadiri oleh keluarga besar dari pihak putra dan putri, Dewan Kesenian Blambangan, serta pengurus Komunitas Pelestari Adat dan Tradisi (Kopat).
Acara ini dipimpin oleh Adi Sugiyanto dengan menggunakan adat budaya Jawa yang sudah menjadi tradisi bila setiap kehamilan sudah berumur 7 bulan diadakan ritual tingkeban/mitoni. Diawali dengan upacara pengabdian prasaja sungkem dari isteri kepada sang suami, kemudian pasangan tersebut diteruskan sungkem ke orang tua dan mertua secara bergantian.
Selanjutnya calon nenek dari keduanya menyiapkan uborampe/persyaratan ritual di Tempat siraman. Sebelumnya dusiapkan tirtowening (7 air suci) yang diambil dari 7 sumber mata air oleh sang suami.
“Maksudnya disini mempunyai filosofi sang suami harus mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya, “kata Adi selaku pranatacara.
Bunga sekar setaman yang berarti mengharumkan keluarga
Bunga sekar kathil yang berarti keluarga mempunyai cita-cita suci putih. Kembang warna warni berarti bahwa keluarga pasti akan memeroleh cobaan bermacam-macam yang nantinya semoga dapat diselesaikan. Kembang wongso semua berarti semua cobaan di kembalikan kepada sang kuasa.
Semua kembang di letakkan ditempat semacam ember, sumber 7 mata air di tuangkan ke bunga warna warni tadi satu persatu. Perempuan yang hamil datang disambut ibu kandung dan mertua, kain mori di pakaikan pada tubuh perempuan hamil dan duduk di tempat yang telah disediakan. Dua kelapa muda/degan yang sudah digambar Dewi Ratih dan Kamajaya ditenggelamkan di air bunga kemudian muncul duluan gambar perempuan diperkirakan nanti bayinya perempuan. Dua degan tadi dipegang oleh perempuan hamil tangan kanan dan kiri.
Selanjutnya acara perempuan hamil disiram dengan air bunga tadi secara bergantian oleh seluruh keluarga. Terakhir disiram oleh suami, kemudian suami memberi air kendi tirtowening sampai habis dan kendi yang kosong tadi dibanting sampai pecah berkeping-keping, pecahan kendi tadi diambil dan diambil dan dikumpulkan okeh pihak keluarga bersama-sama yang nantinya untuk beli dawet dan rujak.
Prosesi dilanjutkan dengan keris dilepas ujungnya diberi kunyit oleh sang suami. Keris ini dinamakan keris brojol untuk memutuskan tali janur di perut isterinya di putus kemudian lari maksudnya melahirkan brojol selamet dan anak bisa cepat bisa berkari. Telur di luncurkan melalui perut dari ibu hamil jatuh pecah dengan lancarnya. Meluncurkan 2 kelapa muda/degan dari perut isteri dan dipecah oleh sang suami.
Kemudian pantes pantesan dengan memakaian pakaian ke perempuan hamil sampai 6 kali yang ditanyakan kepada pengunjung dijawab pengunjung tidak pas baru yang ketujuh dijawab pas. Dengan baju yang ketujuh tadi ibu hamil berganti baju dan dirias kembali. Acara selanjutnya angkreman dimana ibu hamil duduk di tempat yang adu tumpukan baju yang tidak pas tadi, sang suami menyuapi makanan isteri yang hamil maksudnya bahwa perempuan hamil harus diam di rumah jangan terlalu banyak melakukan gerakan diibaratkan seperti induk ayam waktu angkrem telurnya sampai menetas dan dan suamilah yang mencukupi segala kebutuhan hidupnya.
Sehabis angkreman Suami isteri jualan dawet dan rujak para pengunjung membelinya dengan pecahan kendi. Maksudnya keluarga membagikan rejeki kepada pengunjung yang semoga keluarga diberi rejeki yang banyak.
Akhirnya acara ditutup dengan doa dipimpin oleh Sanusi Marhaedi dari Kopat dengan cara Osing. Dalam ritual ini disediakan berbagai makanan seperti tumpeng ayam, jenang merah putih, jenang brojol, sego golong, segala macam umbi-umbian (puri bungkil) seperti ubi jalar, ketela pohon, dan lainnya yang memiliki filosofis masing-masing. Doa ini intinya minta selamat dalam proses melahirkan tidak ada halangan apa pun.(Solihin)
Komentar