oleh

Gesah Bareng dengan Direktur Pemasaran Kemenparekrap

Banyuwangi, Jurnalnews.com – Suasana hangat Sabtu malam (14/12/2024) menyelimuti Warung Kopi Lerek Gombengsari (LEGO), Dwi Marhen Yono, S.STP, M.Si., Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), hadir di tempat yang asri tersebut untuk berbagi cerita. Didampingi Hariyono, pemilik kopi LEGO, serta Lurah Gombengsari, diskusi malam itu menjadi sarana gesah (obrolan) yang mendalam tentang kopi, pariwisata, seni budaya, hingga ibadah haji dan umrah.

Hariyono, pemilik kopi LEGO, membuka gesah malam dengan menceritakan perjalanan kopi Gombengsari. Desa yang terletak di Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, ini memang dikenal sebagai salah satu sentra penghasil kopi robusta terbaik di Jawa Timur. Hariyono mengungkapkan, kopi LEGO bukan hanya soal cita rasa, tetapi juga soal cerita dan semangat petani kopi lokal.

“Kopi ini adalah wajah Gombengsari. Setiap butir bijinya mencerminkan kerja keras petani kami. Dari dulu sampai sekarang, kami berusaha mempertahankan kualitas dan menonjolkan identitas lokal,” ujar Hariyono.

Dwi Marhen Yono mengapresiasi upaya Hariyono dan para petani Gombengsari. Menurutnya, kopi adalah pintu masuk untuk mengenalkan Banyuwangi ke dunia.

“Kopi bukan sekadar minuman, tapi juga medium untuk bercerita tentang daerah asalnya. Potensi kopi Gombengsari bisa dikembangkan lebih jauh melalui sinergi dengan pariwisata,” katanya.

Marhen juga menekankan pentingnya membangun branding kopi yang kuat, termasuk memanfaatkan media sosial dan platform digital.

“Pariwisata saat ini bukan hanya soal destinasi, tetapi juga pengalaman unik. Kopi Gombengsari memiliki cerita yang menarik untuk ditawarkan kepada wisatawan,” tambahnya.

Dalam diskusi, Marhen yang juga putra asli Banyuwangi ini mengungkapkan kekagumannya terhadap perkembangan wisata di tanah kelahirannya. Banyuwangi, menurutnya, adalah daerah dengan potensi luar biasa, mulai dari keindahan alam, seni budaya, hingga keramahan masyarakatnya.

“Banyuwangi punya segalanya. Mulai dari Kawah Ijen, Pantai Pulau Merah, hingga taman nasional seperti Alas Purwo dan Pulau Merah. Tapi lebih dari itu, seni dan budaya di sini juga menjadi magnet kuat,” ujar Marhen dengan semangat.

Ia mencontohkan tradisi seperti Tari Gandrung, Seblang, hingga seni Barong yang tak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga daya tarik wisata. Marhen menyebut, kunjungan wisatawan ke Banyuwangi tak pernah sepi, bukan hanya karena keindahan alam, tetapi juga karena keunikan seni dan budaya yang ditawarkan.

“Semua ini harus terus dijaga dan dikembangkan. Pariwisata berbasis komunitas, seperti desa wisata, juga menjadi peluang besar untuk memberdayakan masyarakat lokal,” ujarnya.

Ketua Lentera Sastra Banyuwangi, Syafaat, turut berbicara dalam kesempatan tersebut. Ia menyampaikan pandangannya tentang hubungan antara seni, sastra, dan pariwisata. Menurutnya, Banyuwangi memiliki kekayaan sastra yang dapat menjadi aset dalam pengembangan wisata literasi.

Namun, Marhen dan Tim malam itu bukan hanya berbicara soal seni dan sastra. Ia juga menyampaikan perspektifnya tentang ibadah haji dan umrah, yang meski tampaknya jauh dari tema pariwisata, ternyata memiliki kaitan erat.

“Banyak jamaah haji dan umrah, khususnya dari Banyuwangi, yang mengaitkan perjalanan mereka dengan eksplorasi budaya. Ini bisa menjadi peluang untuk mengenalkan Banyuwangi ke skala internasional,” ujarnya.

Platform digital dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis wisata, begitupun dengan perjalanan umroh agar masyarakat mendapatkan info yang valid tentang perjalanan umroh masyarakat Banyuwangi yang semakin meningkat.

Syafaat menekankan pentingnya integrasi seni budaya lokal dalam berbagai kegiatan, termasuk yang berskala nasional dan internasional.

“Jika kita mengemas seni dan budaya Banyuwangi dengan baik, dunia akan lebih mengenal kita. Kita bisa menjadi pusat perhatian bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di mata internasional,” jelas Syafaat.

Sinergi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Gesah malam itu juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pariwisata dan ekonomi kreatif. Dwi Marhen Yono menyebut, perkembangan wisata Banyuwangi tidak lepas dari dukungan sektor ekonomi kreatif, mulai dari produk kerajinan, kuliner, hingga seni pertunjukan.

“Kolaborasi adalah kunci. Banyuwangi telah membuktikan bahwa dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku ekonomi kreatif, kita bisa menghadirkan wisata yang berkelanjutan dan inklusif,” ujarnya.

Ia mencontohkan event-event besar seperti Festival Gandrung Sewu dan Festival Jazz Pantai yang sukses menarik perhatian wisatawan nasional dan internasional.

“Ini adalah contoh nyata bagaimana seni dan budaya lokal bisa diangkat menjadi daya tarik utama,” tambah Marhen.

Pesan untuk Generasi Muda
Di penghujung acara, Dwi Marhen Yono berpesan kepada generasi muda Banyuwangi untuk terus berinovasi dan mencintai daerahnya. Ia berharap anak muda bisa menjadi agen perubahan dalam mengembangkan potensi lokal, baik melalui pariwisata, seni budaya, maupun ekonomi kreatif.

“Generasi muda adalah masa depan Banyuwangi. Jangan pernah lelah belajar, berkreasi, dan berkontribusi untuk daerah kita. Potensi Banyuwangi ini luar biasa, dan kalian adalah kunci untuk mewujudkannya,” pesan Marhen.

Gesah malam di Kopi LEGO itu berakhir dengan penuh kehangatan. Obrolan yang awalnya hanya tentang kopi berkembang menjadi refleksi mendalam tentang pariwisata, seni budaya, hingga harapan untuk masa depan Banyuwangi. Dengan segelas kopi di tangan, semua yang hadir malam itu seperti diingatkan bahwa potensi besar ada di depan mata, tinggal bagaimana kita menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkannya untuk kebaikan bersama.(Syaf)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *